Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children
Novel Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children dirilis di tahun 2011 dan dengan cepat menjadi buku bestseller remaja. Tidak mengherankan buku ini cukup sukses disebabkan karena formatnya menggabungkan cerita dan gambar yang unik. Secara tematik buku ini cukup mengingatkan saya pada A Series of Unfortunate Events dari Lemony Snickett – alias sebuah seri buku anak-anak yang cukup dark. Itu juga sebabnya ketika Tim Burton didapuk untuk menyutradarai adaptasinya, saya merasa bahwa itu adalah pilihan yang tepat.
Hidup Jake berubah drastis setelah ia melihat kakeknya, Abe, terbunuh secara sadis. Berkat cerita-cerita dan tulisan misterius dari kakeknya, Jake berangkat ke Wales untuk kemudian singgah ke tempat sang kakek menghabiskan masa mudanya dulu: Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children. Secara sederhana: ini adalah rumah untuk anak-anak yang memiliki kemampuan spesial. Ya, kurang lebih film ini mengingatkanku tentang X-Men dan Miss Peregrine dalam film ini adalah Professor Xavier-nya.
Kendati tempat ini tersembunyi dengan rapi karena kemampuan Miss Peregrine membuat loop (sebuah waktu yang berputar ulang terus menerus) ada banyak orang jahat di luar sana, golongan Hollow, yang ingin menghabisi mereka dan memakan mereka. Hey, ini film Tim Burton, jadi kalau ada banyak hal yang dark dan gothic… harap dimaklumi saja. Bisa ditebak kemudian bahwa Jake kemudian membangun hubungan dengan anak-anak di rumah tersebut hanya untuk kemudian melihat tempat aman ini kemudian ditemukan oleh Hollow. Bagaimana Jake dan teman-teman barunya bisa meloloskan diri dari sergapan para Hollow?
Saya merasa bahwa film anak-anak semakin disterilisasi memasuki dekade 1990an dan 2000an. Oleh karena itu saya cukup syok melihat film ini dengan berani menunjukkan hal-hal yang brutal seperti monster yang memakan bola mata manusia. Wow, apabila bukan nama Tim Burton didapuk sebagai sutradara, saya tidak yakin adegan tersebut bakalan diloloskan oleh para eksekutif studio. Adegan-adegan ini, bagaimanapun juga, membuat film ini tidak terasa generik seperti film anak-anak kebanyakan yang rilis di pasar. Saya juga merasa karakter anak-anak Peculiar dalam film ini cukup memiliki ciri khas masing-masing yang memungkinkan mereka untuk digali lebih lanjut bila sekuelnya digarap.
Bagi kalian yang mengharapkan aksi CG spektakuler jor-joran ala X-Men mungkin akan kecewa tetapi tidak berarti film ini tak memiliki setpiece aksi yang menarik. Final battle di mana tiap Peculiar menggunakan kemampuan mereka menghadapi Hollow sedikit banyak mengingatkan saya pada Sky High, sebuah film bertema superhero yang pernah rilis di tahun 2005 dulu.
Film ini jelas bukan karya terbaik dari Tim Burton… tetapi juga jauh dari karya-karya terburuknya (Alice in Wonderland? Dark Shadows?). Film ini menunjukkan bahwa Tim Burton masih bisa membuat film yang kompeten tanpa meninggalkan ciri khas gothic-nya, and for that it’s a worth a see.
Score: B
Categories
reviewapasaja View All
A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.