The Hammer of Thor
Judul dari buku kedua Magnus Chase tidak seharusnya mengejutkan bagi mereka yang sudah membaca buku pertamanya. Salah satu plot cerita yang belum diselesaikan di buku tersebut adalah hilangnya Mjolnir, dan benda itulah yang kini akan dicari oleh Magnus, Sam, dan kawan-kawannya.
Jadi apakah ini akan menjadi seperti buku pertama di mana sekali lagi Magnus dan kawan-kawannya berkeliling sembilan dunia untuk mencari keberadaan dari Jack dan mencegah dibebaskannya Fenrir? Ya dan tidak. Tidak sampai setengah buku ini saja Magnus dan kawan-kawannya sudah tahu keberadaan dari Mjolnir. Yang menjadi masalah justru siapa yang tengah memegang Mjolnir – bangsa Giant yang menjadi lawan dari para dewa-dewa Norse. Tanpa Mjolnir Thor dan para Dewa lainnya kesulitan menghadapi invasi bangsa Giant ke Midgar sehingga mereka harus meminta tolong kepada Magnus dan kawan-kawannya mendapatkan palu petir itu kembali.
Rombongan empat orang Magnus, Sam, Blitzen dan Hearthstone kali ini ketambahan satu orang lain dan ia lagi-lagi adalah seorang anak dari Loki yang bernama Alex Fierro. Alex Fierro adalah satu lagi karakter yang unik sebagaimana halnya Sam sebab dia adalah seorang karakter transgender (atau dalam buku ini disebut gender fluid). Jangan lupa bahwa dalam mitologi Norse karakter Loki adalah karakter yang aseksual. Dia bisa menjadi pria dan dia juga bisa menjadi wanita, dan ciri khas ini dibawa pula oleh Alex Fierro.
Kalau kalian sudah membaca The Sword of Summer maka bersiap-siaplah dengan petualangan Magnus yang kerap ia selingi dengan komentar-komentar sarkasme. Terkadang saya merasa Rick Riordan perlu sedikit mengurangi komentar-komentar itu. Hampir dalam setiap even yang terjadi saya membaca pola pikir Magnus yang melempar dark jokes di dalam otaknya. Walaupun kadang memang lucu, kadang lagi itu membuat flow cerita jadi tersendat-sendat. Entahlah, mungkin hal itu disengaja oleh Riordan untuk membuat mood dalam petualangan ini tetap light.
Satu hal yang membuatku kurang suka di sini adalah bagaimana Rick Riordan sepertinya terlalu menggambarkan kultur minoritas secara flawless. Ambil contoh Sam dan Alex. Sam adalah seorang Muslim yang taat (begitu taatnya sampai-sampai ia tidak mempermasalahkan adat kuno dijodohkan paksa dengan pria pilihan keluarganya) dan Alex adalah seorang transgender. Saya yakin seyakin-yakinnya dalam dunia nyata bahwa Sam akan merasa sangat tidak nyaman dengan Alex… tetapi hal ini tidak pernah diungkit sama sekali dalam cerita. Seakan-akan Rick Riordan ingin menunjukkan bahwa para hero kita sangat bisa menerima perbedaan-perbedaan ini. Tentunya ini sebuah contoh yang baik untuk ditiru di dunia nyata tetapi di sisi lain ini juga membuat saya sedikit garuk-garuk kepala karena terlalu politically correct.
Terlepas dari kekurangan itu, hal yang memantik rasa penasaranku ada pada akhir dari buku ini, Annabeth berjanji akan membawa Magnus bertemu dengan Percy. Ini menarik sebab dalam crossover dunia Percy dengan Kane bersaudara, mereka mengambil setting di buku sendiri, bukan di kisah utama masing-masing hero. Dengan perjumpaan antara Percy dan Magnus, apakah ini berarti Magnus dan para anak-anak dewa Viking lainnya pun akan menyebrang ke dunia Percy sana nantinya?
Categories
reviewapasaja View All
A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.