Deadpool 2
Deadpool adalah sebuah cerita box office underdog yang hampir tidak pernah terjadi di dunia perfilman.
Para fans komik mengenal karakter Deadpool dari X-Men tetapi sekedar mengenal karakter tersebut sangat berbeda dengan menjadikan film tersebut sukses di box office. Buktinya adalah film Kick-Ass. Film yang dirilis tahun 2010 itu memiliki semua resep yang dimiliki Deadpool: budget minim, jalan cerita yang bagus dan tidak standar superhero biasanya, lelucon kocak, sampai karakter yang mencuri perhatian (Hit-Girl). Akan tetapi walau dicintai oleh para fans, Kick-Ass tak pernah benar-benar sukses di box office dengan hanya menghasilkan sekitar 40 Juta USD saja. Bandingkan dengan Deadpool yang menghasilkan sampai 360 Juta USD dengan budget minimalis dan dengan rating untuk penonton terbatas (rating R). Tidak mengherankan Studio Fox langsung memberi lampu hijau untuk proyek sekuel film Deadpool.

Tugas sutradara dalam film sekuel ini berpindah dari tangan Tim Miller kepada David Leitch. Konon Ryan Reynolds dan Tim Miller berselisih pendapat dan studio Fox memutuskan untuk memilih visi Reynolds dalam pembuatan Deadpool 2. Di luar perubahan sutradara semua aktor-aktor lawas Deadpool pertama kembali lagi dengan penambahan beberapa aktor baru. Di antara semuanya nama terbesar yang masuk dalam jajaran sekuel Deadpool ini jelas Josh Brolin. Brolin sama dengan Reynolds: seorang aktor baik yang pernah terperangkap memainkan superhero buruk di dunia DC. Brolin sebagai Jonah Hex dan Reynolds sebagai Green Lantern. Keduanya beruntung bisa terlepas dari kutukan DC dan menjadi aktor bonafit kembali dibantu oleh Marvel. Brolin diselamatkan perannya sebagai Thanos di Avengers: Infinity War sementara Reynolds memerankan Deadpool (bukan Deadpool fiktif di X-Men Origins: Wolverine) sungguhan.
Cerita dalam Deadpool 2 sendiri berkisar mengenai time travel yang dilakukan oleh Cable yang datang dari masa depan untuk menghentikan seorang mutant muda bernama Firefist. Mutant muda ini konon menjadi pembunuh jahat di masa mendatang dan menghabisi keluarga Cable. Dengan menciptakan mesin waktu Cable kembali untuk membunuh Firefist sebelum ia tumbuh menjadi seorang penjahat. Nah di sisi lain Deadpool yang meratap karena kehilangan seorang yang penting baginya memutuskan untuk melindungi Firefist. Ini membuat kedua anti-hero ini jadi bertentangan. Demi melindungi Firefist, Deadpool pun terpaksa merekrut mutant-mutant lain dan bersama membentuk X-Force. Bisakah X-Force menghentikan Cable dan mengubah masa depan?

Jangan terlalu ambil pusing dengan plot dari Deadpool 2. Sebagaimana halnya dengan Deadpool pertama jalan cerita dalam film ini tidak pernah menjadi fokus utama cerita. Sebaliknya humor-humor dari Deadpool yang tak pernah berhenti berbicara itulah yang menjadi titik fokus. Masalahnya kali ini adalah beberapa humor dalam film ini tak bisa mencapai kelucuan pendahulunya. Kenapa? Karena Deadpool 2 masih menggunakan cara humor yang sama: menyindir dan memparodikan dunia superhero dan karir Ryan Reynolds sendiri. Kendati pada awalnya hal itu fresh (dalam Deadpool pertama), di sini humor itu terasa seperti repetitif dan terkadang malah menjengkelkan. Like, hey Deadpool we get that you don’t like DC. Stop beating it up. Dan ini saya sayangkan sebab ketika Deadpool berusaha tampil orisinil dengan joke-nya seperti penampilan perdana anggota X-Force, saya sungguh tertawa terbahak-bahak. Andaikata Deadpool 3 digarap di masa depan saya ingin cerita lebih fokus kepada hubungan buddy cop antara Cable dan Deadpool serta pada humor-humor slapstick ala Stephen Chow yang ditampilkan di beberapa segmen Deadpool 2.

Mengharapkan banyak dari segi aksinya saya juga harus mengakui sedikit kecewa dengan cara penyutradaraan David Leitch. Leitch dikenal orang sebagai satu dari dua sutradara John Wick dan Atomic Blonde. Kalian tentu tahu bahwa adegan-adegan aksi dalam kedua film itu sangat brutal dan badass. Pantas sekali dengan Deadpool yang memiliki rating R. Sayangnya pertarungan-pertarungan yang dilakukan dalam Deadpool 2 – walaupun stylish – kekurangan keindahan dan kebrutalan koreografi dua film yang saya sebutkan sebelumnya. Malah setpiece aksi penuh ledakan di sekitar mutant Domino menjadi bagian paling memorable film ini. Saya bingung, apakah Leitch sudah kehabisan gaya koreografi bertarung baru? Mungkinkah ia perlu bertapa sejenak sebelum terus menerus melahirkan film demi film?
Jalan cerita seperti yang saya katakan sebelumnya tidak menjadi fokus dalam film ini dan itu adalah kesalahan besar. Dua hubungan yang menjadi fokus cerita dalam film ini adalah Deadpool – Cable dan Deadpool – Firefist. Ryan Reynolds dan Josh Brolin adalah aktor-aktor kawakan sehingga chemistry antara Deadpool – Cable langsung terjalin baik walaupun tak tergali sedalam yang saya harapkan, tetapi Julian Dennison menampilkan Firefist terlalu sebagai seorang bocah menyebalkan yang tidak simpatik – ini membuat saya jadi tak peduli akan nasibnya – gawat karena film ini mengharapkan kita peduli pada nasib Firefist dari dihabisi oleh Cable. Penampilan Dennison terasa seperti pendulum yang berayun, terkadang ia tampil simpatik tapi terkadang lagi ia tampil menyebalkan tanpa mampu menampilkan emosi yang tersirat dari sisi yang berlawanan.
Terlepas dari kekurangan Deadpool 2, saya masih suka dan enjoy dengan film ini. Akan tetapi seperti yang saya katakan sebelumnya, apabila masih ingin menarik perhatian saya dalam sekuel keduanya, Deadpool sebaiknya menggunakan cara-cara yang baru untuk memancing tawa saya. Come on, merc with a mouth, you can do it!
Score: B
Categories
reviewapasaja View All
A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.
semoga deadpool gabung avengers