Castlevania: Symphony of the Night
Cukup aneh ya, saya suka dengan genre Metroidvania tetapi saya tidak pernah memainkan dua game yang melahirkan nama tersebut. Hal tersebut sudah saya perbaiki saat saya menamatkan game Super Metroid beberapa hari silam. Saya melanjutkan marathon gaming saya dengan menamatkan bagian ‘vania‘ dari Metroidvania itu. Game yang saya maksud tentu saja adalah Castlevania: Symphony of the Night, yang dirilis di tahun 1997 oleh Konami dan dibidani oleh Koji Igarashi.
Unik untuk diingat bahwa ketika Castlevania: Symphony of the Night dirilis di tahun 1997 dulu, game tersebut tak langsung dianggap klasik seperti di saat ini. Banyak gamer yang bahkan tak sempat memainkan game tersebut, menganggap bahwa era 2D saat itu sudah berlalu. Harap ingat kalau era Playstation adalah era 3D bung. Akan tetapi perlahan-lahan cult following dari game ini terus bertumbuh dan akhirnya Symphony of the Night menjadi pelopor sekaligus pengubah genre Castlevania. Saya sudah menamatkan semua game ala Metroidvania setelah Symphony of the Night, tetapi malahan game yang mempeloporinya tak pernah sempat saya selesaikan. Di awal rilisnya dulu saya termasuk orang yang memandang sebelah mata terhadap grafis 2D, terlalu terpukau akan keindahan grafis dari Metal Gear Solid, Resident Evil 2, dan sebangsanya. Jadi lucu apabila direfleksikan di era sekarang, game macam Metal Gear Solid dan Resident Evil 2 sudah terlihat ketinggalan jaman baik dari segi gameplay dan audio visual – sementara Symphony of the Night, sebagaimana halnya Super Metroid, membuktikan mereka masih relevan. Saya pernah mencoba menjajal memainkan Symphony of the Night di dekade lalu tapi lagi-lagi setelah setengah jalan tertunda memainkannya dan tak sempat melanjutkannya lagi. Akhirnya masa pandemik COVID-19 memberikanku waktu untuk menyelesaikannya. 20 tahun lebih setelah ia pertama kali dirilis, how does the game feels today?

Symphony of the Night adalah sekuel dari game Castlevania: Rondo of the Blood, sebuah game Castlevania yang BERBEDA dari Dracula X di SNES. Walaupun sama-sama memiliki karakter utama Richter Belmont, Dracula X dianggap sebagai sebuah cerita yang berbeda (alternate universe) walaupun ceritanya mirip dengan Rondo of the Blood. Anyway, dalam Rondo of the Blood kebangkitan Dracula dihentikan oleh Richter Belmont, salah satu garis keturunan Belmont yang paling kuat sepanjang masa. Dunia seharusnya damai selama 100 tahun… tetapi anehnya Richter menghilang hanya 4 tahun setelah even di Rondo of the Blood. Lebih mengerikannya lagi kastil Dracula – Castlevania – kembali muncul! Maria, sahabat Richter yang kini sudah tumbuh menjadi pemudi yang cantik, bergerak ke Castlevania untuk mencari tahu misteri hilangnya Richter.

Di sisi lain Alucard, terakhir bertarung bersama Trevor Belmont di Castlevania III: Dracula’s Curse, bangkit dari beauty sleep-nya… eh maksud saya tidur panjangnya, dan menyadari bahwa tidak ada klan Belmont yang menghentikan kebangkitan prematur Dracula. Bingung mengenai apa yang terjadi, Alucard pun bergerak ke kastil Castlevania untuk mencari jawabannya. Akankah duel antara ayah – anak akan terjadi di sini?
Background cerita dari game ini bisa dibilang hanya merupakan alasan untuk Koji Igarashi membangun kastil Dracula yang terbesar dan terepik selama sejarah Castlevania. Ya. Walaupun sudah ada enam game ala Metroidvania dirilis setelah ini saya menganggap bahwa kastil dalam Symphony of the Night sebagai yang termegah dan terbaik. Kekayaan detail dan latar belakang tempat ini, ratusan rahasia dan ruangan-ruangan tersembunyi, berbagai lokasi yang bisa dikunjungi oleh Alucard… membuat eksplorasi dalam game ini begitu seru. Dan seperti yang gamer jaman sekarang sudah tahu, apabila ingin menamatkan game ini maka pemain harus membuka akses menuju Kastil kedua: sebuah Inverted Castle yang merupakan jungkir balik dari Kastil pertama. Saya tahu bahwa di jaman sekarang fans Castlevania terbagi dalam dua kubu: kubu pertama menilai bahwa tambahan Inverted Castle hanya gimmick untuk memperpanjang permainan sementara kubu kedua menilai bahwa Inverted Castle adalah konten tambahan yang brilian. Saya pribadi menilai bahwa kita perlu melihat konteks Inverted Castle di masanya. Bayangkan kamu sudah memainkan game ini sampai belasan jam, mencari semua rahasia yang ada guna memperoleh rate 100%… lantas menemukan bahwa Konami sebenarnya masih menyiapkan satu kastil lagi yang bisa dieksplorasi sekenamu karena kemampuan Alucard sudah lengkap saat itu! Wow. Kalau kastil pertama adalah momen di mana Koji Igarashi dan tim developer membimbingmu… kastil kedua adalah sandbox bermainmu. “Eksplorasi daerah manapun dengan cara apapun… sesukamu saja!” mungkin itu yang ada di benak para developer saat menciptakan kastil keduanya.

Salah satu alasan kenapa game ini juga sangat bagus adalah karena begitu BANYAKnya senjata dan kemampuan yang dimiliki oleh Alucard. Itu tidak mengherankan karena Alucard adalah anak dari Dracula… tetapi semua gabungan jurus ini memang membuat tak semuanya terpakai. Mari kita lihat apa-apa saja kemampuan yang Alucard miliki.
Yang pertama: kontrol Alucard adalah kontrol yang paling smooth yang pernah saya rasakan dalam video game. Lompatan Alucard, serangannya ke berbagai arah, semua terasa sangat pas sehingga ini membedakan game dengan Castlevania kuno yang kerap bisa membuat pemain frustasi karena kontrol yang kaku. Kekuatan Alucard pun bisa bertambah seiring dengan banyaknya musuh yang ia kalahkan, karena Igarashi menanamkan sistem Action RPG di dalam game ini. Pemain bisa mengequip berbagai macam Senjata, Armor, Aksesoris, sampai Tameng untuk Alucard.
Alucard juga bisa bertransformasi menjadi tiga jenis wujud yang berbeda: Serigala, Kelelawar, dan Kabut. Di antara ketiganya Kelelawar adalah yang paling banyak saya gunakan sebab sangat berguna untuk mengeksplorasi Kastil sampai mendapatkan rate 100%. Serigala pun saya yakin akan sangat berguna bagi para Speedrunner yang ingin menyelesaikan game secepat mungkin sebab serigala bisa berlari dengan cepat untuk melakukan backtracking dari ruangan-ruangan yang sudah dijelajahi oleh Alucard sebelumnya. Terakhir adalah Kabut yang bisa digunakan Alucard mengakses beberapa ruangan tertentu sekaligus menghindari serangan musuh (biasanya Boss). Akan tetapi memang wujud Kabut Alucard bisa dibilang paling tidak berguna.

Sebagaimana halnya dalam Metroid, Alucard juga bisa mendapatkan tambahan kemampuan (disebut Relic) untuk mengakses tempat-tempat yang tadinya tertutup untuknya. Di awal Alucard akan terluka bila masuk ke dalam air dan tidak bisa melompat tinggi, tetapi seiring berjalannya game kemampuan seperti Double Jump, Super Jump, bahkan kekebalan masuk ke dalam air akan terbuka untuknya. Sebagai anak Dracula, Alucard juga bisa mengeluarkan berbagai jurus yang biasanya Dracula lakukan, kamu bisa mengakses jurus ini dengan menginput sejumlah tombol sebagaimana halnya mengeluarkan jurus dalam game fighting 2D ala Street Fighter atau King of Fighters (ironisnya karena bagaimana ribetnya eksekusi jurus membuat elemen ini juga tersia-siakan). Dikombo dengan tiga wujud berbeda yang bisa ia akses, Alucard jelas salah seorang protagonis terkuat dalam video game yang saya mainkan!
Seakan itu tidak cukup, Konami juga masih menambahkan elemen Familiar di dalam game ini! Walaupun Alucard akan berpetualang di kastil ini seorang diri (hanya sesekali bertemu Maria untuk memajukan cerita) kamu bisa memanggil salah satu dari Familiar yang memiliki kemampuan berbeda-beda untuk membantumu. Familiar Demon misalnya akan membantu menekan tombol yang mengakses ruangan rahasia di kastil, Familiar Fairie fungsinya lain lagi untuk memberi auto-heal kepada Alucard saat sang putra Dracula terluka dan membantunya melihat area-area tersembunyi di game. Favorit saya adalah Familiar Pedang yang sangat berguna membasmi keroco-keroco yang dihadapi Alucard. Tiap Familiar juga bisa level up, menambah keefektifan mereka membantumu dalam game.
Semua kekuatan dan elemen gameplay ini membuat Symphony of the Night menjadi salah satu Castlevania yang termudah yang saya mainkan. Hal ini terutama sangat kontras dengan Castlevania klasik dulu. Apabila sekarang Castlevania memang tidak bisa dianggap sinonim dengan gameplay yang sulit tetapi kondisinya berbeda di tahun 1997 dulu. Hampir setiap entri Castlevania membuat gamer mati puluhan, ratusan, bahkan mungkin RIBUAN kali sebelum mereka mendapatkan reflek yang pas untuk menyelesaikan game. Tidak demikian halnya dalam Symphony of the Night. Apabila saya stuck di bagian tertentu atau kesulitan menghadapi Boss tertentu, yang perlu saya lakukan hanyalah menaikkan level, mengganti equipment yang pas, lantas menghadapinya ulang. Dan sejujurnya saya bahkan tak menemukan satupun Boss yang cukup menantang dalam game ini. Di awal-awal Boss yang ada bisa saya kalahkan dengan kombinasi Subweapon yang pas dan serangan Alucard yang levelnya sepertinya selalu ‘pas’ untuk menghadapi Boss yang bersangkutan. Ketika masuk dalam Inverted Castle dan menemukan beberapa Equipment super kuat dari Alucard? Lebih parah lagi. Saya bahkan mengalahkan tiga Boss terakhir dalam game ini tanpa terluka sedikit pun. Bahkan Dracula pun saya kalahkan di bawah 15 detik!
Dan mungkin itulah kelemahan terbesar dari game ini, tingkat kesulitan Symphony of the Night tidak didikte oleh developer tapi diserahkan kepada pemain. Apabila gamer mau membuat game ini menjadi sulit maka silahkan restriksi diri kalian sendiri. Kalian bisa membuat game ini jauh lebih sulit apabila kalian memaksakan diri untuk tidak memakaikan equipment apapun kepada Alucard. Atau kalian bisa mencoba menamatkan game ini dengan level serendah mungkin. Restriksi itu tidak di tangan developer tapi di tangan pemain bagaimana mau mengeksplorasi game ini.
Untuk kualitas visualnya saya sudah mengatakan betapa sukanya saya dengan design kastil Dracula dan kekayaan latar 2Dnya tapi tidak hanya itu. Bahkan pemilihan artwork pun terasa sangat cantik. Game ini diilustrasikan oleh Ayami Kojima dan artworknya yang bercampur aliran shoujo dan gothic seakan menjadi ciri khas dari game Castlevania semenjak saat itu. Ayami Kojima berulang kali kembali mendesign karakter-karakter Castlevania legendaris seperti Juste Belmont, Soma Cruz, Hector, dan banyak-banyak lagi. Bahkan ketika Koji Igarashi menciptakan game Bloodstained: Ritual of the Night ia kembali memakai Ayami Kojima sebagai ilustrator utama game tersebut.
Elemen Audio juga selalu menjadi titik terang dalam Castlevania dan game ini bukan pengecualian. Symphony of the Night melahirkan beberapa track-track memorable untuk franchise ini; dan favorit saya jelas: Main Theme-nya alias Dracula Castle yang heroik. Oh ya, walaupun banyak orang tidak suka dengan Ending Song ‘I Am the Wind‘ saya adalah pengecualian. Lagu tersebut adalah musik relaksasi yang pas untuk gamer (it is so 90s!) setelah menamatkan Symphony of the Night lantas masuk kembali mengeksplorasinya… wait, what? Ya. Game ini menawarkan opsi untuk memainkannya lagi sebagai Richter dan Maria (khusus Maria hanya untuk versi rilis ulang di PSP dan 360). Ini menambah kekayaan replayability game Castlevania.
Jadi bagaimana saya menilai Castlevania: Symphony of the Night? Bagi saya sebagai game eksplorasi 2D (atau Metroidvania), game ini hanya duduk di belakang Super Metroid sebagai game eksplorasi 2D terbaik. Tidak heran kalau keduanya disebut sebagai trendsetter dari genre ini. It’s a great game dan tidak heran bahwa Alucard hingga hari ini masih dikenal mayoritas gamer sebagai salah satu protagonis Video Game paling terkenal dan menggantikan Simon Belmont sebagai maskot dari Castlevania. This is a classic that you just should not miss.
Score: 9
Categories
reviewapasaja View All
A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.