Skip to content

Batman: The Enemy Within

Telltale Games adalah sebuah studi kasus mengenai apa yang bisa jadi salah apabila sebuah perusahaan tumbuh terlalu cepat. Telltale Games menjadi developer kecil yang diperhatikan banyak orang ketika mereka menggarap game The Walking Dead secara episodik di tahun 2011. It was a perfect storm. Saat itu serial The Walking Dead tengah mencapai puncak popularitasnya dan Telltale Games menggunakan format Point and Click interaktif dengan deretan cast survivor baru lepas dari cast TVnya. Hasilnya luar biasa sukses. Petualangan dari Lee dan Clementine menjadi salah satu game terbaik di tahun 2012 lalu. I’ll go as far as to say that it’s the favorite game I played in 2012.

Kesuksesan ini membuat Telltale Games menjadi makin berani. Mereka mengakuisi berbagai macam franchise dan menciptakan kisah episodik dengan mereka. Minecraft, Batman, Guardians of the Galaxy, Borderlands, sampai Game of Thrones menjadi beberapa contoh franchise yang diakuisi oleh mereka. Akan tetapi pertumbuhan Telltale Games yang terlalu cepat ini mulai berdampak pada kualitas cerita dan gameplay yang mereka tawarkan. Banyak pihak mengeluh bahwa kualitas cerita dari Telltale tak selalu merata, kadang bagus di episode tertentu dan kadang lagi buruk. Akan tetapi dari beberapa game Telltale, mereka kadang mampu membuat kisah yang konsisten apik secara keseluruhan, seperti Tales from the Borderlands dan… Batman: The Telltale Series. Kisah Batman buatan Telltale ini cukup seru sehingga ia jadi satu dari sedikit game Telltale yang mendapatkan sekuel.

Hadir setahun setelah Batman: The Telltale Series adalah Batman: The Enemy Within. Sebagai proyek terakhir yang mampu diselesaikan Telltale Games (season terakhir dari The Walking Dead diselesaikan sebagian setelah Telltale Games mengalami kebangkrutan) bagaimanakah kualitasnya?

Bahwasanya Batman mendapatkan sekuel dalam The Enemy Within seharusnya tak mengherankan. Di dalam season pertamanya sebagai Bruce Wayne pemain dijebloskan ke dalam Arkham Asylum oleh musuh Batman: Lady Arkham. Gara-gara ini Bruce mau tidak mau bertemu, dan berteman, dengan seorang pelawak sinting di penjara bernama… Jo…hn Doe. Yang saya tahu kalian semua berpikir bahwa dia Joker, but he’s not there yet. Misteri mengenai John Doe tak berhasil diselesaikan, bahkan setelah Batman menangkap Two-Face, Penguin, dan Lady Arkham. Kedamaian pun kembali ke Gotham… tetapi tidak untuk waktu lama.

Setelah beberapa bulan angka kejahatan di Gotham menurun, Batman menemui musuh baru dalam The Riddler. The Riddler adalah salah seorang kriminal yang telah lama meneror kota Gotham. Akan tetapi untuk alasan yang misterius selama beberapa tahun lamanya ia menghilang. Sekarang ia kembali dan Bruce serta Batman harus menggunakan baik otak, otot, dan semua gadget yang ada di arsenalnya untuk menangkap The Riddler. Tetapi The Riddler bukan satu-satunya masalah. Kota Gotham kedatangan sebuah tim black-ops dari pemerintah yang bernama The Agency di bawah pimpinan Amanda Waller. Pertentangan antara Amanda Waller dan Jim Gordon mengenai instansi keadilan mana yang harus melindungi Gotham membuat permasalahan yang dihadapi oleh Batman bertambah kompleks. Sebagai Bruce masalah pun harus dihadapi oleh pemain sebab kondisi Alfred yang trauma setelah finale season pertama tak sepenuhnya hilang. Ah, siapa yang bilang bahwa pekerjaan menjadi seorang Dark Knight itu mudah?

Secara teknis saya melihat bahwa engine yang dipakai Telltale tidak banyak berubah dari apa yang mereka pakai semenjak tahun 2012. Ada beberapa penambahan detail sehingga tekstur dalam game ini lebih tajam dan fans dari gaya grafis cel-shading masih akan menyukai game ini (dan mengingat ini merupakan Batman berawal dari kisah komik it is kind of fitting) tetapi saya merasa bahwa keengganan Telltale memberi upgrade dalam kualitas grafis game ini adalah salah satu downfall-nya. Ya, graphic is not everything in a game, but it is still a factor. Ada alasan kenapa adik-adik saya dan generasi millenial enggan memainkan game retro yang gambarnya konon membuat mereka ‘sakit mata‘ ketika memainkannya. Ekspresi mimik muka yang khas dari game Telltale kembali muncul di sini tapi karena keterbatasan engine, saya terkadang kesulitan untuk menebak apakah reaksi jawaban saya membuat orang yang bersangkutan senang ataupun marah.

Di antara deretan pengisi suaranya, Batman: The Enemy Within memiliki casting yang solid. Saya terutama sangat suka dengan pengisi suara Robin Atkin Downes yang mencuri perhatianku dalam performanya sebagai The Riddler. Toh pengisi suara yang lain tak kalah solidnya. Troy Baker dan Laura Bailey adalah dua pengisi suara yang sudah terkenal dalam dunia voice acting dan mereka membawa performa terbaik mereka mengisi suara Batman dan Catwoman dalam game ini. Keduanya juga tidak asing dengan pengisi suara game yang diadaptasi dari komik jadi jangan heran apabila voice acting bukan sebuah kelemahan di game ini. Untuk faktor X terbesar dalam game ini adalah Anthony Ingruber yang tampil sebagai John Doe. Menjadi performer untuk sosok Joker adalah sebuah tanggung jawab yang besar, baik di sosok live-action atau bahkan sekedar untuk mengisi suara sebab masing-masing peranan sudah memiliki sosok legendaris yang pernah memerankannya. Anthony Ingruber never became as good as Mark Hamill, suara Joker definitif, tetapi sebagai seorang proto-Joker, he did quite a good job.

Daya tarik utama dari game-game garapan Telltale bagaimanapun tak datang dari grafis atau audio atau bahkan gameplay tetapi dari kekuatan ceritanya. Dan untuk yang satu itu Telltale tidak mengecewakan. Batman: The Enemy Within memiliki jalan cerita yang sama – kalau tidak lebih bagus – dari season pertamanya. Seperti yang kalian tahu John Doe yang merupakan karakter latar belakang di season pertama dibawa menuju forefront di season ini. Hubungan antara John dengan Bruce akan menjadi penentu ke mana cerita pada season ini akan dibawa. Sedikit spoiler, keputusan-keputusan yang kamu buat sepanjang game akan memberi klimaks episode kelima yang total berbeda menentukan karakter John Doe. Tidak hanya hubungan Bruce dengan John Doe saja yang akan menjadi fokus gamer tetapi juga moral etis dari seorang Batman. Seberapa banyak gamer akan mau berkompromi, dengan The Agency… dengan musuh-musuh klasik Batman… dan dengan pergumulan internalnya sendiri. How much are you willing to sacrifice to fight evil in Gotham? Walau ada episode-episode tertentu yang terlalu berat pada sosok Bruce ketimbang Batman, saya merasa bahwa secara keseluruhan sekali lagi Telltale mampu memberikan spin mereka sendiri terhadap mitos Batman. One thing for sure, their Batman is a very different Batman from the other versions of Batman.

Jadi bagaimanakah pendapat saya mengenai Batman: The Enemy Within? Ini adalah sebuah game yang bagus, tetapi tidak sempurna. Saya menempatkannya sedikit lebih bagus ketimbang season pertamanya tetapi masih di bawah dua game yang saya anggap sebagai gold standard game Telltale: season pertama The Walking Dead dan Tales from the Borderlands. Saya menyayangkan bahwa game ini tak punya season 3 yang bisa menjadi melanjutkan kiprah Batman mereka, tetapi paling tidak game ini sudah berhasil menutup semua jalan cerita yang ada sehingga tidak membuat gamer penasaran akan masa depannya. Bagi penggemar sosok manusia kelelawar, memainkan game ini jelas sebuah keharusan.

Score: 8

reviewapasaja View All

A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.

Leave a Reply

Discover more from Review Apa Saja

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading