Skip to content

1BR

Tinggal di kota besar seperti Los Angeles seorang diri bisa menjadi pengalaman yang sulit. Saya sendiri pernah merasakannya walau dalam skala yang lebih kecil. Hometown saya adalah sebuah kota kecil di Jawa Tengah sehingga ketika saya harus kuliah di kota besar Jakarta, rasanya kagok juga melihat bangunan sekeliling mendadak bukan bangunan rendah lantai 1 – 2 melainkan Mall-Mall raksasa dan Gedung Pencakar Langit. Saya beruntung punya begitu banyak sahabat yang menjaga supaya saya tidak terseret dalam pergaulan bebas yang menjadi stigma negatif hidup di Ibu Kota.

Hal yang sama dialami oleh Sarah, seorang gadis muda yang ingin berdikari dengan kehidupannya, lepas dari keluarganya. Ia baru saja datang sampai ke kota Los Angeles dan memutuskan untuk tinggal dalam sebuah kompleks Apartemen. Pada awalnya Sarah tidak merasa ada apapun yang aneh. Ia malahan bahagia karena sepertinya semua tetangga di sekitarnya sangat perhatian dan sigap melayani kebutuhannya.

Akan tetapi pelan-pelan teror mulai terjadi. Sarah mendengarkan suara-suara bising setiap malam yang membuat dia kesulitan untuk tidur. Pekerjaannya di kantor juga menjadi semakin berantakan – membuat dia terancam dipecat. Dan kucing peliharaannya (yang ia selundupkan karena kompleks Apartemennya tidak mengijinkan memelihara binatang peliharaan) mendadak saja DIPANGGANG DI OVEN?! Ada yang aneh dengan kompleks Apartemen ini, tetapi apa? Dan bisakah Sarah meloloskan diri dari tempat ini sebelum semuanya terlambat?

1BR memiliki sebuah konsep yang bagus tetapi eksekusinya… kurang. Saya merasa bahwa konsep di dalam film ini cukup orisinil dan punya potensi untuk digali lebih dalam. Ideas are bulletproof, sebuah quote yang diucapkan dalam film V for Vendetta, terlintas di benakku saat menonton film ini. Akan tetapi, alih-alih menggunakannya untuk sebuah revolusi, film ini menghancurkan ide mulia di balik quote tersebut. Ideas can be bulletproof – but they can also be twisted and corrupted.

Film indie yang digarap oleh sutradara ingusan David Marmor ini juga terbilang biasa saja dari segi pengambilan gambar dan teknisnya. Beberapa momen editingnya juga terasa melompat dan naskah terasa terlalu mengedepankan eksposisi dalam tiap dialognya. Film ini dijangkari beberapa aktor senior di role-role penting, tetapi untuk posisi utama diisi oleh artis yang resumenya masih sangat pendek: Nicole Brydon Bloom. Penampilannya tak buruk tetapi tidak berkesan juga. Saya tidak bisa tidak membayangkan apakah 1BR bisa lebih impactful bila disokong dengan akting yang lebih mumpuni dari lead utamanya.

1BR adalah sebuah film Horor / Thriller yang benar-benar hanya mengedepankan kekuatan konsep saja. Di luar konsep yang cukup unik, tidak ada yang spesial darinya. Not the acting, not the dialogue, and definitely not the jump scare moments. Sebuah film yang berpotensi berbicara lebih tetapi gagal memanfaatkan momennya. Teramat disayangkan.

Score: 7.0

reviewapasaja View All

A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.

Leave a Reply

%d bloggers like this: