Gamemaster
Industri Board Games adalah salah satu industri yang sedang naik daun belakangan ini.
Mungkin karena orang sudah jengkel dengan generasi kini yang semakin lama semakin kecanduan gadget, maka industri Board Game mengalami kemajuan pesar selama satu dekade terakhir ini. Bahkan Board Game-Board Game Cafe yang ada di Indonesia pun makin menjamur. Di kota Jakarta saja saya hitung-hitung sudah ada 10 lebih Board Game Cafe, dan begitu juga di kota-kota lain di Indonesia. Tetapi di tengah industri yang tumbuh begitu pesat, bisakah para Designer Board Games amatir memiliki tempat?
Gamemaster adalah kisah dari empat orang Designer yang ingin menciptakan Board Game mereka masing-masing. Dari kisah keempat Designer ini juga terselip kisah mengenai industri Board Game secara keseluruhan – lengkap dengan wawancara-wawancara dari Designer-Designer Board Game kelas dunia macam: Bruno Cathala, Klaus Teuber, Eric Lang, sampai Matt Leacock.
Bagaimana Charles Mruz menata kisah di Gamemasters ini menjadi tantangan tersendiri. Sebab industri Board Game adalah sesuatu yang sangat luas. Apakah Mruz mau berfokus kepada perbedaan dari game-game keluaran Eropa (Euro) dan Amerika (Ameritrash)? Atau ia ingin berfokus kepada tren perilisan game via Kickstarter? Atau kesulitan untuk menghasilkan uang dalam industri Board Game?

Nah yang menjadi masalah bagi Mruz adalah ia berusaha untuk menceritakan semua aspek dalam dunia Board Game tersebut – dan jatuhnya ia kurang fokus pada masing-masing topik. Dikarenakan saya adalah seorang yang sudah cukup paham dengan dunia Board Game, saya tidak heran dengan betapa ramainya konvensi-konvensi Board Game terkenal macam Essen dan GenCon, tetapi bagi non-gamer tidak akan paham mengenai keramaian itu. Setali tiga uang dengan penghargaan bergengsi Spiel des Jahres. Ketika seorang Board Game Designer terkenal akhirnya memenangkan penghargaan itu (Bruno Cathala) itu adalah momen yang sangat mengharukan karena merupakan kulminasi dari perjuangan lama Cathala untuk dihargai – tetapi saya yakin momen itu tak dimengerti oleh para penonton awam.
Di sisi lain, saya merasa Mruz terlalu banyak memasukkan cerita mengenai empat Designer game awam di dalam ceritanya. Di antara keempatnya, saya sama sekali tidak tertarik dengan tiga di antara mereka, terutama si gadis Pakistan: Nashra Balagamwala. Ia membawa sangat banyak konten politik dengan terang-terangan di dalam Board Game yang ia ciptakan – dan sejujurnya Board Game yang ia ciptakan bahkan tak terkenal sama sekali. Tiap kali segmen cerita berkutat pada Nashra, saya mengantuk menonton Gamemaster. Feminisme adalah sebuah racun yang sudah merusak industri Video Game – saya hanya berharap ia tidak mengkontaminasi industri Board Game juga! Saya bukannya tidak simpatik dengan kasus penjodohan gadis-gadis Pakistan, tetapi memasukkan konten kritik soal penjodohan tersebut dalam film dokumenter tentang Board Games adalah sesuatu yang keterlaluan!

Pada akhirnya Gamemaster adalah sebuah film dokumenter yang menyenangkan bagi pecinta Board Games. Saya sendiri merasa bangga ada sebuah film yang merepresentasikan industri yang saya cintai. Sayangnya untuk mereka yang non-pecinta industri ini… this documentary won’t win them over.

Score: 7.0
Categories
reviewapasaja View All
A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.