Wonder Woman 1984
Saat Wonder Woman dirilis di tahun 2017, dunia terkejut karena film superhero dari DC ini bisa menjadi salah satu film superhero yang… bagus. Ini mengejutkan sebab Wonder Woman bersetting di dunia DCEU dan sampai saat itu DCEU dipenuhi dengan film-film yang mengecewakan. Man of Steel, Batman v Superman, sampai Suicide Squad tidak satupun bisa dianggap bagus sehingga ekspektasi penonton akan Wonder Woman tidak tinggi. But wow, Patty Jenkins and Gal Gadot mampu mengejutkan banyak pihak dengan kesuksesan film ini.
Saya bukan orang yang termasuk fans berat Wonder Woman pertama, tapi saya mengakui bahwa saya penasaran apa yang akan dibawa oleh tim Patty dan Gal untuk film keduanya. Maka saya turut penasaran dengan berita sekuel Wonder Woman: Wonder Woman 1984 yang akan dirilis di Desember 2019. Akan tetapi film tersebut diundur oleh petinggi Warner Bros ke Juni 2020 guna meraup uang lebih besar di Box Office sebelum virus Corona menyerang bumi. Setelah tertunda-tunda beberapa bulan, film tersebut akhirnya dirilis di Desember 2020 dalam format Streaming dan Layar Lebar di hari yang bersamaan. Sebuah keputusan yang berani dari studio Warner Bros.
Anyway, film Wonder Woman 1984 atau WW84 bertempatkan di tahun 1984 saat Amerika tengah memasuki masa kapitalisme. Saat ini Amerika ada di puncak kekuatannya sebagai salah satu negara adidaya dunia bersama dengan Uni Soviet sehingga kedua negara tersebut tengah terlibat dalam Perang Dingin yang sudah berlangsung beberapa dekade lamanya. Di sisi lain Diana masih menjalani hidupnya sebagai seorang kurator Museum tanpa peduli dengan konflik yang ada di dunia, ia hanya bergerak diam-diam menolong orang-orang kecil yang butuh bantuan di sekelilingnya.
Keadaan berubah ketika seorang pebisnis rakus Maxwell Lord ingin menguasai dunia dengan memiliki Batu yang bisa mengabulkan permintaan. Dengan kelicikannya, Maxwell Lord memanfaatkan Batu itu untuk memenuhi impian terbesarnya – berubah menjadi Batu itu sendiri – lantas mulai memenuhi impian dari orang-orang lain supaya dia bisa mengambil hal berharga yang menjadi milik mereka. Di sisi lain Diana yang tadinya berharap bahwa Steve bisa hidup kembali menemukan bahwa Steve sekarang muncul di hadapannya. Bisakah Diana dibantu dengan Steve yang hidup kembali menghentikan Maxwell Lord?
Dan bagaimana dengan Barbara Minerva? Wanita lain yang juga meminta untuk bisa jadi kuat dan percaya diri bak Wonder Woman?
Ini adalah sebuah film yang sulit untuk saya nilai sebab semakin banyak saya memikirkannya, semakin banyak plot hole dan kelemahan yang saya dapatkan… tanpa saya harus mencoba mencari koneksinya dengan film-film DCEU lainnya. But let’s start with the positive ones, shall we?
Hubungan antara Gal Gadot dan Chris Pine di film Wonder Woman adalah salah satu highlight dalam film tersebut sehingga saya senang melihat dinamika ini masih dipertahankan di sini. Gal dan Chris memiliki chemistry yang bagus sehingga banter antara mereka terasa seru dan heartwarming. Saya juga merasakan sakit dan kebingungan yang dirasakan oleh Diana ketika ia harus membuat sacrifice di dalam film ini. All good superhero movies made a sacrifice, dan film ini bukan pengecualian.
Saya juga suka dengan bagaimana Pedro Pascal bermain sebagai Maxwell Lord. Sekalipun dia seorang Villain yang jahat, Patty Jenkins memberi ruang bagi Pedro untuk menunjukkan sosoknya sebagai seorang yang simpatik juga. Saya senang dengan Pedro Pascal semenjak dulu dan melihat dia memperoleh spotlight lebih banyak di sini membuat saya senang. Can Max Lord be more terrifying? Yes. But is he adequate as a Villain? Yes.
Dan terakhir adalah cameo yang muncul di akhir film. Sebuah homage yang manis untuk seri Wonder Woman tahun 1975 dulu.
Sisanya bagi saya adalah sebuah kekecewaan. Untuk sebuah sekuel Wonder Woman 1984 tidak berhasil dalam aksinya. Saya kecewa bahwa film ini tidak berhasil memasukkan momen-momen yang keren di dalamnya. Oke saya tidak seberapa suka dengan Wonder Woman yang pertama tapi saya merasa bahwa kemunculan Wonder Woman di No Man’s Land terasa sangat inspiratif. It’s a great and inspiring moment dan tidak satupun setpiece aksi di film ini sukses menggapai high seperti film itu.
Lantas untuk plot utamanya sendiri terasa… kosong. Saya beberapa kali harus garuk-garuk kepala kebingungan dengan plot device deus ex machina yang diperkenalkan di film ini. Dari mana Batu pengabul permintaan itu datang? Bagaimana Maxwell Lord bisa tahu Batu itu dan kenapa hanya dia yang tahu? Untuk sebuah film berdurasi 2.5 jam, saya merasa film ini secara bersamaan terasa kepanjangan sekaligus kosong. Weird, isn’t it?
Is WW84 the worst DCEU movie? Nope. Apakah ia bisa ditonton? Kenapa tidak? Is it a fun movie? Hmm… not really, but it’s not boring either.
Pada akhirnya saya bisa merangkum review saya dengan satu kalimat: turunkan ekspektasi kalian saat menontonnya.
Score: 6.0
Categories
reviewapasaja View All
A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.
masih menunggu review
Justice Society World War II dan Batman the long Halloween
Siap Kak. Sudah saya tulis. Saya jadwalkan untuk dipublish Januari / Februari 2022 nanti. 🙂