Skip to content

Prodigy

(Review ini akan mengandung Spoiler bagi buku Legend)

Prodigy adalah buku kedua dari trilogi Legend karya Marie Lu. Cerita sekali lagi mengikuti duet Day dan June yang sukses meloloskan diri dari cengkeraman ROA alias Republic of America. Tetapi itu tidak berarti mereka sudah lolos dari bahaya.

Setelah grup Patriot, teroris pemberontak ROA membebaskan Day dari hukuman matinya, ia dan June berusaha melarikan diri dari ROA. Tetapi mereka membutuhkan bantuan lebih lanjut dari Patriot. Kali ini grup teroris itu tak mau begitu saja membantu keduanya. Day dan June diminta untuk melakukan misi bagi Patriot. Misi itu adalah membunuh sang Prime Elector yang baru.

Ya, Diktator lama: sang Prime Elector lama sudah meninggal dunia dan sekarang anaknya yang masih bau ingusan, Anden, diangkat menjadi sang Prime Elector yang baru. Masalahnya adalah senat merasa bahwa Prime Elector yang baru tidak cukup kompeten mengatasi masalah dalam negara mereka sehingga ada perseteruan di dalam tim pemerintahan sendiri. Patriot dengan cerdas menarget kelemahan ini. Caranya adalah dengan menyusupkan June kembali ke dalam pemerintahan untuk membuai Anden, lantas meminta Day untuk menghabisinya.

Bisakah duet paling maut di ROA ini melakukannya?

Ada beberapa hal yang saya suka dari Prodigy dan beberapa hal yang saya tidak suka. Hal pertama yang saya suka dari Prodigy adalah bagaimana Marie Lu mulai membuka tabir dunia lebih luas. Setelah sebelumnya kita diperkenalkan bagaimana sistem negara ROA bekerja dan perselisihannya dengan Colonies of America, kini kita selaku pembaca diajak untuk melihat lebih jauh dunia di luar kedua negara Amerika yang terpecah saja. Pembaca mulai menyadari struktur kekuatan dunia berubah. Ada beberapa bab di pertengahan buku ini bahkan mengajak pembaca masuk ke Colonies of America dan memutar balikkan fakta bahwa segalanya baik di sana. Mungkin bagi Marie Lu (yang adalah seorang imigran dari Cina ke Amerika) menulis trilogi Legend adalah caranya mengkritik bagaimana pemerintahan blok timur dan barat bekerja. Orang dari blok Timur (Cina dan Russia dan Korut) akan selalu diiming-imingi oleh publik Barat bahwa mereka yang terbaik dan penuh kebebasan, sebelum kenyataan ternyata tak seindah itu juga.

Dengan kata lain: ada plus dan minus dari masing-masing sistem.

Saya juga suka bagaimana karakter Arden di buku ini ditulis. Saya tadinya khawatir Arden akan ditulis hanya sekedar pembuat hubungan dari Day dan June semakin kompleks (sebab apalah sebuah buku Young Adult tanpa karakter wanita diperebutkan oleh para tokoh prianya). Tapi ternyata Arden di sini ditampilkan sebagai sosok simpatik. Seorang Primo Elector yang ingin melakukan hal yang benar, tetapi menyadari bahwa mengubah dasar sebuah negara tak semudah impian.

Di sisi lain saya benar-benar kecewa dengan cara Marie Lu menulis karakter Tess. Tess di dalam buku ini memiliki perangai tabiat yang berubah total dari sosoknya di buku pertama. Saya sampai garuk-garuk kepala kebingungan merasa seperti Marie Lu sengaja menulis Tess dengan tabiat seperti ini supaya bisa memunculkan konflik di antara Day dan June. Apakah ada alasan yang lebih jelas kenapa Tess berlaku seperti ini? Sejujurnya, saya tidak tahu, apabila ada alasannya, semoga saja buku ketiga lebih menjelaskannya.

Secara overall, Prodigy melanjutkan kisah dari Legend dengan solid. Sekali lagi ini adalah sebuah buku Young Adult yang aman, yang tak mencoba mendobrak genre ini. Tetapi segala rumusan dari sebuah buku Young Adult yang sukses ada di dalam buku ini, membuatku susah berhenti membaca sampai sudah selesai. Mari kita lanjutkan ke buku terakhir yang menutup trilogi ini. Let’s hope Marie Lu sticks the landing!

Score: 8.0

reviewapasaja View All

A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.

Leave a Reply

%d bloggers like this: