Skip to content

Fear Street – Part 1 : 1994

Ada dua karya dari RL Stine yang dulu populer di Indonesia. Pertama adalah Goosebumps (yang merupakan karyanya yang lebih populer) dan satunya lagi adalah Fear Street, serial yang lebih ditujukan untuk para remaja dan pemuda. Bagi anak-anak yang lahir di era 1980an seperti saya, membaca Fear Street seakan merupakan rite of passage yang harus saya lakukan saat masuk SMP. Sudah bukan jamannya lagi masih membaca Goosebumps karena itu bacaan anak SD. Serial Fear Street walaupun dirilis di tahun 1980an dan awal 1990an mencapai puncak popularitasnya di Indonesia di pertengahan sampai akhir dekade 1990an dikarenakan pengaruh film Hollywood ala Scream, I Know What You Did Last Summer, Urban Legend, dan banyak lagi.

Film ini bersetting di kota Shadyside, kota yang dijuluki Killer Capital of the USA mengingat terjadi begitu banyak pembunuhan misterius di tempat ini. Shadyside terlalu mengerikan dan berbeda 180 derajat dengan kota seberang: Sunnyvale yang merupakan tempat tinggal anak-anak borjuis. Otomatis, kedua belah pihak pun kerap bersitegang. Shadyside menganggap Sunnyvale adalah kota yang angkuh dan sombong, di sisi lain Sunnyvale menganggap Shadyside sekedar sebagai tempat yang bermasalah.

Itulah yang membuat hubungan dari Deena dan Sam menjadi renggang. Deena benar-benar sakit hati ketika Sam memutuskan untuk pindah bersama Ibunya ke kota Sunnyvale dan meninggalkannya. Tetapi perselisihan antara keduanya terpaksa dikesampingkan dulu setelah seorang pembunuh misterius tengah membantai orang-orang di Shadyside lagi. Siapa sebenarnya pelakunya, dan apa sejarah di belakang Shadyside yang membuatnya begitu… berdarah?

Kalau kalian suka dengan film-film Teen Slasher semacam Scream, kalian akan suka dengan film ini. Oh yes guys, kalian tahu kan style-nya seperti apa? Estetika tahun 1990an di mana tidak ada HP, di mana Internet baru awal-awal (baru ada mIRC sebagai sarana chat), dan dunia terasa sedikit lebih lokal dan tak seglobal sekarang. Bahkan gaya syuting dengan bagaimana sang pelaku kerap berlari sekelabatan di belakang layar (sambil membawa Pisau) pun ada. Singkat kata: kalau kalian penggemar film Horror dari era itu (and honestly, who isn’t?)… Fear Street akan sangat memuaskanmu.

Akan tetapi film ini juga terlihat merupakan sebuah film yang modern. Deena sang karakter utama diperankan oleh seorang artis kulit hitam: Kiana Madeira. Dan tak hanya itu ia pun seorang lesbian yang memiliki pacar gadis Sam (yes, from Samantha). Let’s face it. Di era 1990an kamu tidak akan mendapatkan kisah seperti ini. Protagonis utama yang tak hanya kulit hitam tetapi juga lesbian? That’s as SJW as it can be! Tetapi yah, untunglah paling tidak peran dari Deena dan Sam dibawakan secara meyakinkan oleh artis masing-masing.

Tak hanya mereka tetapi para aktor pendukung lain (yang rata-rata merupakan newcomer) semua bermain dengan sangat baik. Ada elemen campy di dalam film ini tetapi tidak terlalu berlebihan sampai membuatnya bak parodi. Saya harus mengacungkan jempol kepada sutradara Leigh Janiak yang mampu menyeimbangkan aspek gore, horor, dan komedi di dalam film ini.

Secara overall, Fear Street Part 1 – sesuai judulnya – adalah sebuah pembukaan yang sangat bagus untuk seri antologi ini. Saya tidak sabar kejutan apa yang disiapkan di babak kedua, ketika kita dibawa makin jauh ke masa lalu di tahun 1978… asal tahu saja, 1978 adalah tahun yang sama di mana film Halloween pertama kali tayang di layar lebar! Will the second part be inspired with it?

Score: 8.0

reviewapasaja View All

A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.

Leave a Reply

%d bloggers like this: