Skip to content

My First Impression for Oculus Quest 2 (Jam Terbang: 10 – 15 Jam)

(Catatan: Impresi ini ditulis beberapa bulan yang lalu sebelum Oculus direname sebagai Meta bersamaan dengan Facebook)

Saya pertama kali berkenalan dengan teknologi Virtual Reality sekitar lima tahun yang lalu ketika saya mencoba Google Cardboard. Ketika itu dunia sudah mulai bosan dengan teknologi 3D (ingat masa-masa di mana semua film berlomba-lomba menyalakan teknologi 3D mereka?) dan saya penasaran apakah Virtual Reality alias VR akan menjadi tren yang berikutnya?

Ketika saya memakai Google Cardboard (dengan tidak nyaman karena harus memakainya dengan kacamata), saya cukup terperanjat. Dengan alat yang praktis cuma sebuah kotak – ditambah dengan Smartphone yang memadai (saat itu saya masih memakai Samsung Galaxy Note 3), saya mencicipi VR. Saya melihat keadaan sekeliling dengan terkesima, tak percaya bahwa ini bisa dicapai. However, dukungan konten yang kurang, ditambah dengan ketidaknyamanan memakai Google Cardboard, membuat saya ogah mendalami teknologi ini.

Tahun demi tahun berlalu dan ada perkembangan yang sangat nyata dari dunia VR selama lima tahun setelah saya mendalaminya.

Perusahaan Oculus yang beberapa waktu sebelumnya dibeli oleh Facebook semakin menggencarkan pengembangan mereka di dunia Virtual Reality dengan merilis berbagai headset ala Oculus Rift dan disusul Oculus Go. Dan di luar Oculus Valve serta HTC juga memproduksi VR Device mereka sendiri-sendiri. Ada begitu banyak produk bertebaran di pasaran, dan saya belum tahu produk mana yang berkualitas dan… terjangkau.

Mohon maklum, Teknologi VR masih cukup mahal di masa itu. Kalau kalian ingin memainkan game yang memadai tidak hanya kalian butuh gadget VR Headset yang mahal – tetapi juga dibarengi build PC yang kompeten. Di sisi lain VR Headset yang portabel seperti Oculus Go terasa kurang kuat untuk benar-benar memainkan game-game yang kompeten. So… sekali lagi masa penantianku akan teknologi VR berlanjut.

Baru setelah perilisan dari Oculus Quest 2 saya mulai memfokuskan perhatian saya sepenuhnya kepada gadget terbaru milik Facebook satu ini. Saya mendengar banyak orang memuji gadget ini karena teknologi kuat yang diimplementasikan di dalamnya, fleksibilitasnya untuk dicolokkan ke PC TAPI juga bisa dimainkan secara mobile, dan harganya yang cukup ekonomis. Sang pendahulu dari Quest 2: Quest 1 (of course!) memiliki teknologi yang inferior tetapi harga yang jauh lebih mahal – dan itu saja sudah dianggap sebagai teknologi yang revolusioner pada tahun 2019 saat ia dirilis.

Satu-satunya nilai negatif yang ada di Oculus Quest 2 adalah keharusan kita login dengan akun Facebook untuk memakainya. Isu sekuritas ini mungkin penting bagi orang Amerika – tetapi bagi saya yang memang sudah kerap memakai Facebook… oh well, it’s not like I’m hiding anything shameful anyway. Harap diperhatikan though, kalau kalian orang yang sangat peduli pada privasi kalian – ini bisa menjadi sebuah dealbreaker.

Anyway, dengan pertimbangan itu saya memutuskan untuk membeli Oculus Quest 2. Versi 64 GB.

Ketika saya menjajal Oculus Quest 2-ku untuk pertama kalinya… I was… really impressed. Quest 2 memiliki visi yang sangat jelas. Saya bisa melihat Home di menu utama dengan sangat terang. Menjajal beberapa game yang ada juga membuat saya makin percaya bahwa masa depan VR akan sangat cerah – terutama dengan banyaknya dukungan software di dalamnya. Setelah membeli Quest 2 praktis saya menghabiskan hampir 1 – 1.5 jam waktu saya setiap hari memainkannya, mengutak-atik berbagai program yang ada, atau bahkan hanya sekedar menonton video Youtube saja di layar lebar.

Mengenai masalah kenyamanan – saya masih percaya bahwa mereka yang memakai kacamata tak akan merasa nyaman bermain Quest 2. Ketimbang memakai Glass Spacer (sebuah alat yang disiapkan Quest 2 untuk membuat ruangan cukup bagi pemakai kacamata), saya menyarankan alternatif mencoba memakai Softlens, atau membeli sebuah tempelan lensa magnetis yang sesuai ukuran kacamatamu. Saya pribadi selalu memakai softlens sebelum memainkan Quest 2.

Satu lagi hal mengenai kenyamanan Quest 2 adalah Strap-nya. Walau kamu tidak memakai kacamata, memakai Quest 2 bisa menjadi hal yang kurang menyenangkan bagimu kalau Strap-nya tidak pas di kepalamu. Tidak semua orang akan merasakan hal ini, tetapi kalau kamu kesulitan dengan memakai Strap bawaan dari Quest 2, ada upgrade yang dijual terpisah oleh Oculus dengan nama Elite Strap – hanya saja harganya cukup mahal. Bila ingin mencari Strap pengganti dengan harga lebih ekonomis… no worries, ada banyak pilihan third-party dari Cina yang semuanya cukup pas. Saya pribadi memilih Oculus Quest 2 Comfort Strap dari GeekVR, and so far it’s been great to use.

Untuk waktu baterenya sendiri, Quest 2 mampu bertahan sekitar 2 – 4 jam, tergantung dari seberapa intens game yang kamu mainkan. Bila kamu hanya memakainya untuk game-game ringan dan menonton Video, Quest 2 bisa bertahan cukup lama, tetapi dia akan lebih cepat kehabisan batere apabila kamu memakainya bermain aplikasi game-game yang berat. Not that it matters though, saya merasa bahwa game-game VR lebih cocok dimainkan untuk short burst 60 – 90 menit ketimbang maraton berjam-jam.

Untuk penutup First Impression saya, saya akan memberikan penilaian cepat mengenai beberapa game yang sudah saya mainkan.

  1. First Step
    Aplikasi pertama yang saya coba saat menyalakan Quest 2-ku adalah First Step. Anggap saja ini sebagai Tutorial saat mau memainkan Quest 2. Setelah sebuah Tutorial singkat dan bermain di ruangan virtual, ada dua mini game yang cukup menarik untuk dimainkan. A nice introduction to the VR world bagi para pemula.
  2. Beat Saber
    Ini adalah salah satu dari dua game paling terkenal dunia VR saat ini (satunya lagi adalah Superhot VR). Beat Saber mengingatkanku kepada game-game Rhythm lain seperti Dance Dance Revolution. Kalau kalian suka dengan Rhythm Game, jangan lewatkan titel ini. Yang saya sayangkan adalah kalau kalian tidak punya PC untuk memasukkan kreasi para fans, pilihan lagu yang ada di sini sedikit terbatas.
  3. The Climb 2
    Ini merupakan sekuel dari simulasi rock climbing lain yang ada di platform VR: The Climb. Digarap oleh Crytek yang terkenal suka mendorong kualitas grafik di dalam game-gamenya, The Climb 2 memiliki kualitas grafis yang sangat impresif – padahal saya hanya memainkannya secara native di Quest 2 saja.
  4. The Walking Dead: Saints and Sinners
    Banyak orang terhenyak ketika mendengar kabar bahwa Skydance Interactive studio sukses melakukan port mereka akan game ini ke dalam platform Quest 2 – tanpa bantuan PC. Apa sanggup? Well – the answer is: Yes. Kualitas grafiknya mungkin tak sebagus bila kamu memainkan versi PC VR-nya tetapi untuk sebuah game sebesar ini, memainkannya secara portable dan unhooked adalah sesuatu yang mencengangkan.

Saya tak pernah menyangka betapa jauhnya teknologi VR sudah berjalan selama lima tahun saya meninggalkan dunia ini. To be honest melihat kualitas VR jaman sekarang, saya tidak akan heran bila dalam sepuluh tahun yang akan datang game seperti Sword Art Online atau The Oasis dalam Ready Player One sudah bisa direalisasikan. Bagaimana tidak, bila kita melompat dari era Google Cardboard ke Oculus Quest 2 dalam kurun waktu lima tahun… imagine how the future might be?

Perlu diingat juga bahwa saya bahkan belum memainkan game-game Heavy Hitter terbaik VR yang memerlukan Headsetku ditancapkan ke PC. Saya tak sabar ingin menjajal bagaimana kerennya memainkan game-game VR kelas kakap macam Star Wars: Squadron, Half Life: Alyx, sampai Asgard’s Wrathit’s gonna be amazing for sure.

Jadi apakah ini merupakan momen yang tepat bagimu untuk melompat masuk ke dunia VR. Jawabannya: well… tergantung dari budgetmu. Harga Oculus Quest 2 (bisa dibilang gadget VR premium paling murah saat ini) berkisar 5 sampai 6.5 Juta di pasaran. Apabila kamu tidak sayang mengeluarkan uang untuk mencoba teknologi VR terbaru saat ini… mengapa tidak? Di sisi lain, mengatakan kalau dunia VR sudah matang adalah statement yang berlebihan. Saya yakin bahwa kalau kalian menanti dalam 1 sampai 2 tahun lagi, bakalan muncul headset-headset VR yang lebih mumpuni. In fact, dalam 5 tahun dari sekarang saya percaya bahwa game-game dengan kualitas Star Wars: Squadron atau Half Life: Alyx akan bisa dimainkan dengan mudah secara portabel tanpa memerlukan kamu terkoneksi ke PC lagi. Jadi sekali lagi – pilihannya kembali padamu.

For me, I definitely don’t regret my decision buying Oculus Quest 2. Sekarang ijinkan saya kembali berkelana di dunia VR-ku. See you in the other world!

reviewapasaja View All

A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.

Leave a Reply

%d bloggers like this: