Skip to content

Tenet

Sebagai sutradara, nama Christopher Nolan adalah satu dari sedikit yang bisa dianggap ‘Seal of Quality‘ saat menonton. Hampir semua film yang ia garap pasca Batman Begins mencetak kesuksesan besar di panggung Box Office (satu-satunya pengecualian hanya The Prestige, yang dirilis di masa Nolan sudah mulai tapi belum mencapai puncak popularitasnya). Sayangnya, setelah Inception saya merasa film-film dari Christopher Nolan terus menurun secara kualitas. Sebelum saya dibakar ramai-ramai, harap jangan salah sangka. Saya masih suka The Dark Knight Rises, Interstellar, sampai Dunkirk, tetapi tingkat enjoyment saya akan setiap film itu terus menurun. Saya berharap Tenet bisa mengubah tren yang memprihatinkan ini. Bisakah?

Seorang bernama The Protagonist, seorang agen CIA ini memulai misinya di Kiev sebelum agennya semua dihabisi. Sang Protagonist selamat dan kini ia direkrut ke dalam sebuah organisasi misterius bernama Tenet. Organisasi ini bertugas untuk menyelamatkan dunia, dan sang Protagonist harus membantu mereka untuk menghentikan Perang Dunia III. Apabila Perang Dunia pertama dan kedua terjadi karena negara satu bersitegang dengan negara lainnya, Perang Dunia ketiga akan terjadi dengan adanya sebuah ancaman teknologi yang berasal dari masa depan. Sebagaimana halnya film-film Nolan, selalu perhatikan setiap adegan dengan jeli, sebab ia akan bermain-main dengan ekspektasi kalian.

Sepertinya film-film dari Nolan kok kebanyakan bermain dengan ide waktu dan narasi. Hal ini berulang kali muncul dalam film-filmnya, mulai dari karya pertama yang membuatnya terkenal: Memento, sampai di Inception dan Interstellar dan sekali lagi di Tenet. Dalam film ini Christopher Nolan membungkus rahasia dan misteri di dalamnya dengan sangat hati-hati, sehingga orang bahkan tidak tahu apapun mengenai premisnya (Trailernya nyaris tidak memiliki informasi apapun!). Perilisan film ini yang dipaksakan oleh Nolan di layar lebar karena harus sesuai visinya makin membuat orang bertanya-tanya, seambisius apa sih film ini sampai Nolan ogah merilisnya di Home Theater atau bahkan menundanya?

Hasilnya memang cukup luar biasa… dari segi teknis. Kalian ingat adegan rewind dalam pembukaan film Memento? Nah, Tenet mengaplikasikan cukup banyak gaya yang sama dalam film ini. Saya salut dengan bagaimana Nolan menyutradarai film ini, sungguh tidak mudah membuat berbagai setpiece aksi di dalam film ini. Tetapi sayangnya di saat Nolan sedang sibuk melakukan itu semua, ia lantas lupa dengan sisi penting lain di film ini: kekuatan emosi dan ikatan antar para karakternya. Kalau kalian melihat Memento, Inception dan Interstellar, apa yang kalian ingat? Apakah setpiece aksi? Cara narasi yang berbalik-balik? Betul, kalian akan ingat itu semua. Tetapi kalian juga akan ingat emosi di dalam film ini. Siapa yang lupa dengan karakter Dom Cobb yang memiliki tujuan yang jelas saat menjalankan misinya? Atau hubungan ayah – anak dari Cooper dan Murph?

My point is: people care about the character, then they care about the story. Tenet melupakan itu.

Karakter utama di film ini: The Protagonist, bahkan tidak punya nama, makin mengalienisasi penonton dari dirinya. Dan oh boy, what a miscast John David Washington is. Anak dari Denzel Washington ini sampai tahun 2015 adalah seorang atlet Football, dan baru mulai berakting di tahun 2015. Let’s not joke ourselves, dia mendapatkan banyak pekerjaan di Hollywood dikarenakan koneksi sang ayah, salah satu aktor paling dihormati di industri perfilman. Akting dari John di tiap adegan tidak super buruk, oh dia tentu tak seburuk aktor-aktor pesinetron kita, tetapi setiap kali ia tampil di layar dengan aktor-aktor yang lebih kompeten macam Robert Pattinson dan Kenneth Branagh, ia jelas terbanting total.

Pattinson di sisi lain melepaskan dirinya dari bayang-bayang Twilight sepenuhnya di film ini. Saya yakin bagi banyak orang, ini merupakan performa Pattinson pertama yang mereka tonton pasca-Twilight sebab sebelumnya ia kebanyakan bermain film indie kecil yang menunjukkan kemampuan aktingnya. It’s great to see him flex his acting capability in this movie. Di sisi lain Kenneth Branagh lagi-lagi menunjukkan keluwesannya di depan dan di belakang kamera. Hey, siapa orang lain yang sanggup menyutradarai Thor, menyutradarai Cinderella, menyutradarai Murder at the Orient Express, menjadi Detektif Hercule Poirot, dan menjadi sosok pembeli senjata selundupan di dalam film ini kalau bukan dia. Saya sangat respek kepada Branagh, this guy is a good Director AND a good Actor. Berapa banyak orang di Hollywood sepertinya? Sekali lagi, film ini ditarik turun karena performa sang aktor utama yang kurang kompeten.

Pada akhirnya, Tenet bagi saya adalah sebuah step up dari Dunkirk – mungkin karena saya lebih suka film genre Sci-fi ketimbang Perang. Pun begitu, this is far from Nolan’s greatest hits. Ayo Nolan, semangat bikin yang lebih bagus lagi selanjutnya.

Score: 7.0

reviewapasaja View All

A movie, book, game, TV series, comic, manga, board game, bla bla bla, etc etc etc lover. He tends to ramble about a lots of stuff in life. You can follow in his IG page @dennisivillanueva for his daily ramblings.

2 thoughts on “Tenet Leave a comment

  1. Setelah kekecewaan saya dengan Dunkirk yg tak punya cerita, justru bagi saya Tenet adalah film Nolan terbaik. 10/10. Saya sangat suka flow filmnya hingga endingnya yang memukul dan memiliki pesan plus membayar semua misteri yang di bentuk sepanjang film. Memang, ada beberapa keterpaksaan di film ini, but secara garis besar saya sangat enjoy dan melupakan shortcomings tersebut!!

    Wah sampe sekarang masih terkenang interaksi si protagonis dan Andrei Sator yang suspend di ending—hingga ucapan farewell dengan Neil yang manis. Love it 🥰🥰🥰🥰

    Saya sendiri tidak menonton di bioskop, lho.

    • Haha Tenet bagi saya lebih baik daripada Dunkirk. Kalau Dunkirk bagi saya karya Nolan yang entah kenapa rasanya paling soulless. Yang ini masih quite okay, tapi belum masuk jajaran film garapan Nolan favorit saya. 😀

      Saya juga ga nonton di Bioskop bro. Belum buka nih. Hahaha.

Leave a Reply

Discover more from Review Apa Saja

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading